fatkhiyah

Senin, 12 Desember 2016

Etika Pancasila



ETIKA PANCASILA

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Pancasila
Dosen Pengampu : Dr. H M. Sulthon M.Ag







Disusun Oleh :

Fatkhiyah Eka Himawati         (1501036010)
Anisa Rochmiana                    (1501036015)
Nurul Khamidah                      (1501036025)
Abdul Sukur                            (1501036036)



FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum Indonesia. Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainnya.
Sebagai suatu sistem filsafat, Pancasila menepati salah satu cabang filsafat yaitu Etika. Etika termasuk kelompok filsafat praktis yaitu filsafat yang membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut. Dengan kata lain, Etika Pancasila yaitu bagaimana manusia bersikap terhadap pancasila, bertanggungjawab terhadap berbagai ajaran moral, dan nilai-nilai etika yang terkandung dalam pancasila.
Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia. Selain itu, nilai-nilai Etika Pancasila merupakan sumber norma baik yang meliputi norma moral maupun norma hukum, yang pada gilirannya harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika, moral maupun norma hukum baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
 Nilai-nilai Pancasila sebenarnya berasal dari bangsa Indonesia sendiri atau dengan kata lain perkataan bangsa Indonesia sebagai asal mula materi (Kausa Materialis) nilai-nilai Pancasila.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Etika dan Politik?
2.      Bagaimana Hubungan antara Nilai, Norma dan Moral?
3.      Apa yang dimaksud dengan Pancasila sebagai Sistem Etika?
4.      Apa yang dimaksud dengan Pancasila sebagai Etika Politik?
5.      Apa saja nilai-nilai Etika yang terkandung dalam Pancasila?


BAB II

PEMBAHASAN


1.        Pengertian Etika dan Politik
Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu “ethos”, “ta etha” yang artinya adat kebiasaan. Menurut istilah, Etika berarti  ilmu tentang apa yang biasa dilakukan, atau ilmu tentang adat kebiasaan.[1]
Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggungjawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral.[2]
Secara garis besar Etika dibagi menjadi dua yaitu:
1.        Etika Umum
Membicarakan mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan.
2.        Etika Khusus
Merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Etika Khusus dibagi menjadi dua:
a.         Etika Individual yaitu membahas kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
b.        Etika Sosial yaitu membahas tentang kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.[3]
Pengertian Politik berasal dari kata “politics” yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara, yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu.[4]

2.        Hubungan Nilai, Norma dan Moral
Nilai adalah kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Dalam kehidupan manusia nilai dijadikan landasan, motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik disadari maupun tidak.
Agar nilai dapat berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka nilai perlu dikongkritkan lagi serta diformulasikan menjadi lebih objektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah laku secara kongkrit. Wujud kongkrit dari nilai yaitu norma. Menurut Flew norma adalah aturan yang dijadikan ukuran atau standar kebenaran.
Nilai dan norma berkaitan erat dengan moral dan etika. Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang amat ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Dengan pengertian ini maka, norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku manusia.
Etika tidak berwenang menentukan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh seseorang. Wewenang ini dipandang berada ditangan pihak-pihak yang memberikan ajaran moral.[5]

3.        Pancasila sebagai Sistem Etika
Pancasila sebagai Sistem Etika berarti Pancasila merupakan kesatuan sila-sila Pancasila, sila-sila Pancasila itu saling berhubungan saling bekerjasama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Pancasila sebagai Sistem Etika, bertujuan untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Etika yang dijiwai nilai-nilai sila-sila Pancasila merupakan Etika Pancasila, yang meliputi:
a.         Etika yang dijiwai oleh nilai-nilai KeTuhanan Yang Maha Esa, merupakan etika yang berlandaskan pada kepercayaan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.        Etika yang dijiwai oleh nilai-nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, merupakan etika yang menjunjung tinggi nilai-nilai Kemanusiaan.
c.              Etika yang dijiwai oleh nilai-nilai Persatuan Indonesia, merupakan etika yang menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan.
d.             Etika yang dijiwai oleh nilai-nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat dalam Permusyawaratan/Perwakilan, merupakan etika yang menghargai kedudukan, hak dan kewajiban warga masyarakat atau warga negara, sehingga tidak memaksakan pendapat dan kehendak kepada orang lain.
e.              Etika yang dijiwai oleh nilai-nilai Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, merupakan etika yang menuntun manusia untuk mengembangkan sikap adil terhadap sesama manusia, mengembangkan perbuatan-perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.[6]

4.        Pancasila sebagai Etika Politik
Penerapan ideologi dibidang kehidupan bernegara adalah berbentuk politik. Menurut Pasha, dkk.(2003: 143) menjelaskan bahwa ideologi bersifat asas atau prinsip, maka politik adalah suatu kebijaksanaan, yaitu pelaksanaan ideologi selaras dengan keadaan waktu dan tempat.  Kalau ideologi menyatakan suatu cita-cita dan mencangkup nilai-nilai yang menjadi dasar serta pedoman negara dan kehidupannya, maka politik melaksanakan atau menerapkannya dalam kehidupan bernegara secara praktis. Ideologi berperan sebagai landasan dalam penyusunan politik yang akan dijalankan oleh negara dengan segala dimensinya.
Pancasila sebagai etika politik, menurut pendapat Oesman dan Alfian (1991: 19) memberikan salah satu ukuran bahwa bilamana keputusan-keputusan politik atau kebijaksanaan-kebijaksanaan baru yang diambil berhasil memperkecil kesenjangan antara ideologi dengan realita kehidupan masyarakat yang terus berkembang, maka itu berarti bahwa pancasila telah betul-betul membudaya dan diamalkan. Hal ini tentunya dalam arti bahwa kebijaksanaan-kebijaksanaan baru itu sekaligus tercermin pula penjabaran lebih lanjut dari Pancasila dan UUD 1945.[7]
Dasar moralitas dalam hubungannya dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, setiap pelaksana penyelenggaraan negara secara individual, baik dalam kapasitasnya sebagai pemimpin kelembagaan negara, sebagai wakil rakyat, sebagai tokoh atau pemimpin masyarakat/lembaga masyarakat harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan dan kemanusiaan. Sebagai seorang warga negara dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, mendasarkan pada dasar moral ketuhanan sesuai dengan agama yang diyakininya (esensi sila I). Selain itu, juga mendasarkan pada moral kemanusiaan (esensi sila II), yaitu dasar moralitas kemanusiaan yang adil dan beradab. Dasar moralitas ini sangat penting bahkan vital dalam penyelenggaraan negara, dalam konteks kehidupan bersama sebagai suatu kesatuan bangsa (sila III), dalam kehidupan berdemokrasi (sila IV) dan dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial (sila V).[8]

5.        Nilai-nilai Etika yang terkandung dalam Pancasila
Menurut Alfian (1991: 1992-193) menegaskan bahwa suatu ideologi perlu mengandung tiga dimensi penting didalam dirinya agar ia dapat memelihara relevansinya yang tinggi/kuat terhadap perkembangan aspirasi masyarakatnya dan tuntutan zaman. Kehadiran ketiga dimensi yang saling berkaitan, saling mengisi dan saling memperkuat itu akan menjadikannya suatu ideologi yang kenyal dan tahan uji dari masa ke masa. Ketiga dimensi itu ialah:
1.        Dimensi Realita
Ideologi itu mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung didalam dirinya bersumber dari nilai-nilai yang riil hidup didalam masyaraktnya, terutama pada waktu ideologi tersebut lahir, sehingga mereka betul-betul merasakan dan menghayati bahwa nilai-nilai dasar itu adalah milik mereka bersama. Dengan begitu nilai-nilai dasar ideologi itu tertanam dan berakar didalam masyarakatnya. Para perumus, penggali pancasila berhasil menemukan dan merumuskan lima dasar yang ada didalam masyarakatnya menjadi ideologi bersama yakni Pancasila.
Sifat kekeluargaan, kegotongroyongan atau kebersamaan itu direkat dan dijiwai dengan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, rasa perikemanusiaan, semangat persatuan, suasana musyawarah mufakat, dan rasa keadilan sosial. Itulah lima nilai dasar yang terkandung dalam pancasila yang dianggap hakiki dan dirasakan riil dalam kehidupan masyarakat kita.

2.             Dimensi Idealisme
Suatu ideologi perlu mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Melalui idealisme atau cita-cita yang terkandung dalam ideologi yang dihayati suatu masyarakat atau bangsa mengetahui kearah mana mereka ingin membangun kehidupan bersama mereka.
3.             Dimensi fleksibilitas (pengembangan)
Hanya mungkin dimiliki oleh secara wajar dan sehat oleh suatu ideologi yang terbuka atau ideologi yang demokratis.[9]

Sila-sila Pancasila merupakan suatu sistem nilai, artinya setiap sila memiliki nilai yang sila-silanya saling berhubungan, saling ketergantungan secara sistematik dan diantara nilai satu sila dengan lainnya memiliki tingkatan. Oleh karena itu dalam kaitannya dengan nilai-nilai etika yang terkandung dalam sila-sila pancasila juga bersifat bertingkat. Nilai- nilai yang terkandung dalam pancasila merupakan sekumpulan nilai yang diangkat dari prinsip nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut berupa nilai-nilai religius, nilai adat istiadat kebudayaan dan setelah disahkan menjadi dasar negara terkandung di dalamnya nilai kenegaraan.
Dalam kedudukannya sebagai dasar filsafat negara, maka nilai- nilai pancasila harus dijabarkan dalam suatu norma yang merupakan pedoman pelaksanaan dalam penyelenggaraan kenegaraan, bahkan kebangsaan dan kemasyarakatan . Terdapat dua macam norma dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan yaitu norma hukum dan norma moral atau etika.
Sila-sila pancasila merupakan suatu sumber nilai bagi tertib hukum di Indonesia, sekaligus juga merupakan suatu sumber norma moral bagi pelaksanaan hukum, penyelenggaran kenegaraan, dan kebangsaan. Dengan sendirinya nilai-nilai moral yang terkandung dalam sila-sila pancasila tidak dapat ditafsirkan secara sila demi sila, melainkan sebagai suatu kesatuan sistem etika serta moral.
Etika dan moral bagi manusia dalam kehidupan kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan, senantiasa bersifat rasional. Hal ini berarti bahwa etika serta moral yang terkandung dalam sila-sila pancasila, tidak dimaksudkan untuk manusia secara pribadi, namun secara rasional senantiasa dalam hubungannya dengan yang lain.
Etika pancasila mendasarkan hakikat manusia secara moralitas memiliki hubungan etis, antara manusia dengan dirinya sendiri dalam pengertian jasmani dan rohani, antara manusia dengan manusia lain secara individual, antara manusia dengan masyarakat, bangsa dan negara, dan antara manusia terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu sebagaimana terkandung dalam pokok pikiran keempat, bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, berdasar atas Kemanusiaan yang adil dan beradab, menunjukkan dalam kehidupan kenegaraan terdapat landasan dan dasar-dasar fundamental tentang etika dan moral.[10]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggungjawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral. Sedangkan Politik yaitu bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara, yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu
Pancasila sebagai Sistem Etika berarti Pancasila merupakan kesatuan sila-sila Pancasila, sila-sila Pancasila itu saling berhubungan saling bekerjasama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Pancasila sebagai Sistem Etika, bertujuan untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai etika politik, menurut pendapat Oesman dan Alfian (1991: 19) memberikan salah satu ukuran bahwa bilamana keputusan-keputusan politik atau kebijaksanaan-kebijaksanaan baru yang diambil berhasil memperkecil kesenjangan antara ideologi dengan realita kehidupan masyarakat yang terus berkembang, maka itu berarti bahwa pancasila telah betul-betul membudaya dan diamalkan.
Nilai- nilai yang terkandung dalam pancasila merupakan sekumpulan nilai yang diangkat dari prinsip nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut berupa nilai-nilai religius, nilai adat istiadat kebudayaan dan setelah disahkan menjadi dasar negara terkandung di dalamnya nilai kenegaraan.

B.       Saran
Demikianlah uraian yang dapat Penulis sampaikan dalam makalah ini. Sebagai manusia biasa, tentunya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari Para Pembaca sangat Penulis nantikan demi kesempurnaan makalah dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi Pembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Taniredja, Tukiran, dkk, 2014, Kedudukan dan Fungsi Pancasila Bagi Bangsa dan Negara Indonesia, Alfabeta,Bandung.
Kaelan, 2013, Negara Kebangsaan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.
Kaelan, 2008, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.






[1] Tukiran Taniredja, dkk, Kedudukan dan Fungsi Pancasila Bagi Bangsa dan Negara Indonesia, (Bandung:Alfabeta,2014), Hlm. 107.
[2] Kaelan, Negara Kebangsaan Pancasila, (Yogyakarta:Paradigama,2013), Hlm. 438.
[3] Tukiran Taniredja, dkk, Hlm. 108.
[4] Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta:Paradigma, 2008), Hlm. 95.
[5] Kaelan, Negara Kebangsaan Pancasila, Hlm. 445.
[6] Tukiran Taniredja, dkk, Hlm. 111-112.
[7] Tukiran Taniredja, dkk, Hlm. 113
[8] Kaelan, Negara Kebangsaan Pancasila, Hlm. 449-450
[9] Tukiran Taniredja, dkk, Hlm. 114-115.
[10] Kaelan, Negara Kebangsaan Pancasila, Hlm. 445-448

Tidak ada komentar:

Posting Komentar