ETIKA PANCASILA
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah
: Pancasila
Dosen
Pengampu : Dr. H M. Sulthon M.Ag

Disusun
Oleh :
Fatkhiyah Eka Himawati (1501036010)
Anisa Rochmiana (1501036015)
Nurul Khamidah (1501036025)
Abdul Sukur (1501036036)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pancasila berkedudukan sebagai sumber
dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum Indonesia. Pancasila sebagai
suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan
sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma
kenegaraan lainnya.
Sebagai suatu sistem filsafat, Pancasila
menepati salah satu cabang filsafat yaitu Etika. Etika termasuk kelompok
filsafat praktis yaitu filsafat yang membahas bagaimana manusia bersikap
terhadap apa yang ada tersebut. Dengan kata lain, Etika Pancasila yaitu
bagaimana manusia bersikap terhadap pancasila, bertanggungjawab terhadap
berbagai ajaran moral, dan nilai-nilai etika yang terkandung dalam pancasila.
Sebagai suatu nilai, Pancasila
memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia.
Selain itu, nilai-nilai Etika Pancasila merupakan sumber norma baik yang
meliputi norma moral maupun norma hukum, yang pada gilirannya harus dijabarkan
lebih lanjut dalam norma-norma etika, moral maupun norma hukum baik dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai Pancasila sebenarnya berasal dari
bangsa Indonesia
sendiri atau dengan kata lain perkataan bangsa Indonesia sebagai asal
mula materi (Kausa Materialis) nilai-nilai Pancasila.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian Etika dan Politik?
2. Bagaimana
Hubungan antara Nilai, Norma dan Moral?
3. Apa
yang dimaksud dengan Pancasila sebagai Sistem Etika?
4. Apa
yang dimaksud dengan Pancasila sebagai Etika Politik?
5. Apa
saja nilai-nilai Etika yang terkandung dalam Pancasila?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Etika dan
Politik
Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno,
yaitu “ethos”, “ta etha” yang artinya adat kebiasaan. Menurut istilah,
Etika berarti ilmu tentang apa yang
biasa dilakukan, atau ilmu tentang adat kebiasaan.[1]
Etika merupakan suatu pemikiran kritis
dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah
suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu
ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang
bertanggungjawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral.[2]
Secara garis besar Etika dibagi menjadi
dua yaitu:
1.
Etika Umum
Membicarakan mengenai kondisi-kondisi
dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil
keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi
pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau
buruknya suatu tindakan.
2.
Etika Khusus
Merupakan penerapan prinsip-prinsip
moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Etika Khusus dibagi menjadi dua:
a.
Etika Individual yaitu
membahas kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
b.
Etika Sosial yaitu
membahas tentang kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota
umat manusia.[3]
Pengertian
Politik berasal dari kata “politics” yang memiliki makna bermacam-macam
kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara, yang menyangkut proses
penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan
tujuan-tujuan itu.[4]
2.
Hubungan Nilai, Norma
dan Moral
Nilai adalah kualitas dari suatu yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Dalam kehidupan
manusia nilai dijadikan landasan, motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik disadari
maupun tidak.
Agar nilai dapat berguna dalam menuntun
sikap dan tingkah laku manusia, maka nilai perlu dikongkritkan lagi serta
diformulasikan menjadi lebih objektif sehingga memudahkan manusia untuk
menjabarkannya dalam tingkah laku secara kongkrit. Wujud kongkrit dari nilai
yaitu norma. Menurut Flew norma adalah aturan yang dijadikan ukuran atau
standar kebenaran.
Nilai dan norma berkaitan erat dengan
moral dan etika. Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi
manusia. Derajat kepribadian seseorang amat ditentukan oleh moralitas yang
dimilikinya. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu
tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Dengan pengertian ini maka, norma
sebagai penuntun sikap dan tingkah laku manusia.
Etika tidak berwenang menentukan apa
yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh seseorang. Wewenang ini dipandang
berada ditangan pihak-pihak yang memberikan ajaran moral.[5]
3.
Pancasila sebagai
Sistem Etika
Pancasila sebagai Sistem Etika berarti
Pancasila merupakan kesatuan sila-sila Pancasila, sila-sila Pancasila itu
saling berhubungan saling bekerjasama untuk suatu tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Pancasila sebagai Sistem Etika,
bertujuan untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Etika yang dijiwai nilai-nilai sila-sila
Pancasila merupakan Etika Pancasila, yang meliputi:
a.
Etika yang dijiwai oleh
nilai-nilai KeTuhanan Yang Maha Esa, merupakan etika yang berlandaskan pada
kepercayaan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.
Etika yang dijiwai oleh
nilai-nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, merupakan etika yang menjunjung
tinggi nilai-nilai Kemanusiaan.
c.
Etika yang dijiwai oleh
nilai-nilai Persatuan Indonesia, merupakan etika yang menempatkan persatuan,
kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara diatas
kepentingan pribadi dan golongan.
d.
Etika yang dijiwai oleh
nilai-nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, merupakan etika yang menghargai kedudukan, hak dan
kewajiban warga masyarakat atau warga negara, sehingga tidak memaksakan
pendapat dan kehendak kepada orang lain.
e.
Etika yang dijiwai oleh
nilai-nilai Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, merupakan etika yang
menuntun manusia untuk mengembangkan sikap adil terhadap sesama manusia,
mengembangkan perbuatan-perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotongroyongan.[6]
4.
Pancasila sebagai Etika
Politik
Penerapan ideologi dibidang kehidupan
bernegara adalah berbentuk politik. Menurut Pasha, dkk.(2003: 143) menjelaskan
bahwa ideologi bersifat asas atau prinsip, maka politik adalah suatu
kebijaksanaan, yaitu pelaksanaan ideologi selaras dengan keadaan waktu dan
tempat. Kalau ideologi menyatakan suatu
cita-cita dan mencangkup nilai-nilai yang menjadi dasar serta pedoman negara
dan kehidupannya, maka politik melaksanakan atau menerapkannya dalam kehidupan
bernegara secara praktis. Ideologi berperan sebagai landasan dalam penyusunan
politik yang akan dijalankan oleh negara dengan segala dimensinya.
Pancasila sebagai etika politik, menurut
pendapat Oesman dan Alfian (1991: 19) memberikan salah satu ukuran bahwa
bilamana keputusan-keputusan politik atau kebijaksanaan-kebijaksanaan baru yang
diambil berhasil memperkecil kesenjangan antara ideologi dengan realita
kehidupan masyarakat yang terus berkembang, maka itu berarti bahwa pancasila
telah betul-betul membudaya dan diamalkan. Hal ini tentunya dalam arti bahwa
kebijaksanaan-kebijaksanaan baru itu sekaligus tercermin pula penjabaran lebih
lanjut dari Pancasila dan UUD 1945.[7]
Dasar moralitas dalam hubungannya dengan
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, setiap pelaksana penyelenggaraan negara
secara individual, baik dalam kapasitasnya sebagai pemimpin kelembagaan negara,
sebagai wakil rakyat, sebagai tokoh atau pemimpin masyarakat/lembaga masyarakat
harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan dan kemanusiaan. Sebagai seorang
warga negara dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, mendasarkan pada dasar
moral ketuhanan sesuai dengan agama yang diyakininya (esensi sila I). Selain
itu, juga mendasarkan pada moral kemanusiaan (esensi sila II), yaitu dasar
moralitas kemanusiaan yang adil dan beradab. Dasar moralitas ini sangat penting
bahkan vital dalam penyelenggaraan negara, dalam konteks kehidupan bersama
sebagai suatu kesatuan bangsa (sila III), dalam kehidupan berdemokrasi (sila
IV) dan dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial (sila V).[8]
5.
Nilai-nilai Etika yang
terkandung dalam Pancasila
Menurut Alfian (1991: 1992-193)
menegaskan bahwa suatu ideologi perlu mengandung tiga dimensi penting didalam
dirinya agar ia dapat memelihara relevansinya yang tinggi/kuat terhadap
perkembangan aspirasi masyarakatnya dan tuntutan zaman. Kehadiran ketiga
dimensi yang saling berkaitan, saling mengisi dan saling memperkuat itu akan
menjadikannya suatu ideologi yang kenyal dan tahan uji dari masa ke masa.
Ketiga dimensi itu ialah:
1.
Dimensi Realita
Ideologi itu mengandung makna bahwa
nilai-nilai dasar yang terkandung didalam dirinya bersumber dari nilai-nilai
yang riil hidup didalam masyaraktnya, terutama pada waktu ideologi tersebut
lahir, sehingga mereka betul-betul merasakan dan menghayati bahwa nilai-nilai
dasar itu adalah milik mereka bersama. Dengan begitu nilai-nilai dasar ideologi
itu tertanam dan berakar didalam masyarakatnya. Para perumus, penggali
pancasila berhasil menemukan dan merumuskan lima dasar yang ada didalam masyarakatnya
menjadi ideologi bersama yakni Pancasila.
Sifat kekeluargaan, kegotongroyongan
atau kebersamaan itu direkat dan dijiwai dengan keimanan dan ketakwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, rasa perikemanusiaan, semangat persatuan, suasana
musyawarah mufakat, dan rasa keadilan sosial. Itulah lima nilai dasar yang
terkandung dalam pancasila yang dianggap hakiki dan dirasakan riil dalam
kehidupan masyarakat kita.
2.
Dimensi Idealisme
Suatu ideologi perlu mengandung
cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat,
berbangsa dan bernegara. Melalui idealisme atau cita-cita yang terkandung dalam
ideologi yang dihayati suatu masyarakat atau bangsa mengetahui kearah mana
mereka ingin membangun kehidupan bersama mereka.
3.
Dimensi fleksibilitas
(pengembangan)
Hanya mungkin dimiliki oleh secara wajar
dan sehat oleh suatu ideologi yang terbuka atau ideologi yang demokratis.[9]
Sila-sila Pancasila merupakan suatu
sistem nilai, artinya setiap sila memiliki nilai yang sila-silanya saling
berhubungan, saling ketergantungan secara sistematik dan diantara nilai satu
sila dengan lainnya memiliki tingkatan. Oleh karena itu dalam kaitannya dengan
nilai-nilai etika yang terkandung dalam sila-sila pancasila juga bersifat
bertingkat. Nilai- nilai yang terkandung
dalam pancasila merupakan sekumpulan nilai yang diangkat dari prinsip nilai
yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut berupa
nilai-nilai religius, nilai adat istiadat kebudayaan dan setelah
disahkan menjadi dasar negara terkandung di dalamnya nilai kenegaraan.
Dalam kedudukannya sebagai
dasar filsafat negara, maka nilai- nilai pancasila harus dijabarkan dalam suatu
norma yang merupakan pedoman pelaksanaan dalam penyelenggaraan kenegaraan,
bahkan kebangsaan dan kemasyarakatan . Terdapat dua macam norma dalam kehidupan
kenegaraan dan kebangsaan yaitu norma hukum dan norma moral atau etika.
Sila-sila pancasila merupakan
suatu sumber nilai bagi tertib hukum di Indonesia, sekaligus juga merupakan
suatu sumber norma moral bagi pelaksanaan hukum, penyelenggaran kenegaraan, dan
kebangsaan. Dengan sendirinya nilai-nilai moral yang terkandung dalam sila-sila
pancasila tidak dapat ditafsirkan secara sila demi sila, melainkan sebagai
suatu kesatuan sistem etika serta moral.
Etika dan moral bagi manusia dalam
kehidupan kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan, senantiasa bersifat
rasional. Hal ini berarti bahwa etika serta moral yang terkandung dalam
sila-sila pancasila, tidak dimaksudkan untuk manusia secara pribadi, namun
secara rasional senantiasa dalam hubungannya dengan yang lain.
Etika pancasila mendasarkan
hakikat manusia secara moralitas memiliki hubungan etis, antara manusia dengan
dirinya sendiri dalam pengertian jasmani dan rohani, antara manusia dengan
manusia lain secara individual, antara manusia dengan masyarakat, bangsa dan
negara, dan antara manusia terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu sebagaimana terkandung dalam pokok
pikiran keempat, bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, berdasar
atas Kemanusiaan yang adil dan beradab, menunjukkan dalam kehidupan kenegaraan
terdapat landasan dan dasar-dasar fundamental tentang etika dan moral.[10]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Etika
adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti
suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang
bertanggungjawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral. Sedangkan Politik yaitu bermacam-macam kegiatan
dalam suatu sistem politik atau negara, yang menyangkut
proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan
tujuan-tujuan itu
Pancasila sebagai Sistem Etika berarti Pancasila
merupakan kesatuan sila-sila Pancasila, sila-sila Pancasila itu saling
berhubungan saling bekerjasama untuk suatu tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Pancasila
sebagai Sistem Etika, bertujuan untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila
sebagai etika politik, menurut pendapat Oesman dan Alfian (1991: 19) memberikan
salah satu ukuran bahwa bilamana keputusan-keputusan politik atau
kebijaksanaan-kebijaksanaan baru yang diambil berhasil memperkecil kesenjangan
antara ideologi dengan realita kehidupan masyarakat yang terus berkembang, maka
itu berarti bahwa pancasila telah betul-betul membudaya dan diamalkan.
Nilai- nilai yang terkandung dalam pancasila merupakan
sekumpulan nilai yang diangkat dari prinsip nilai yang hidup dan berkembang
dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut berupa nilai-nilai religius, nilai
adat istiadat kebudayaan dan setelah disahkan menjadi dasar negara
terkandung di dalamnya nilai kenegaraan.
B.
Saran
Demikianlah uraian yang dapat Penulis sampaikan dalam
makalah ini. Sebagai manusia biasa, tentunya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari Para Pembaca
sangat Penulis nantikan demi kesempurnaan makalah dimasa yang akan datang.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi Pembaca pada
umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Taniredja, Tukiran,
dkk, 2014, Kedudukan dan Fungsi Pancasila Bagi Bangsa dan Negara Indonesia,
Alfabeta,Bandung.
Kaelan, 2013, Negara
Kebangsaan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.
Kaelan, 2008, Pendidikan
Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.
[1]
Tukiran Taniredja, dkk, Kedudukan dan Fungsi Pancasila Bagi Bangsa dan
Negara Indonesia, (Bandung:Alfabeta,2014), Hlm. 107.
[2]
Kaelan, Negara Kebangsaan Pancasila, (Yogyakarta:Paradigama,2013), Hlm.
438.
[3]
Tukiran Taniredja, dkk, Hlm. 108.
[4]
Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta:Paradigma, 2008), Hlm. 95.
[5]
Kaelan, Negara Kebangsaan Pancasila, Hlm. 445.
[6]
Tukiran Taniredja, dkk, Hlm. 111-112.
[7]
Tukiran Taniredja, dkk, Hlm. 113
[8]
Kaelan, Negara Kebangsaan Pancasila, Hlm. 449-450
[9]
Tukiran Taniredja, dkk, Hlm. 114-115.
[10]
Kaelan, Negara Kebangsaan Pancasila, Hlm. 445-448
Tidak ada komentar:
Posting Komentar